Masa Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah





Dinasti Abbasiyah (750-1258 M)

Dinasti ini berasal dari nama keluarga Bani Hasyim, yakni seleluhur dengan nabi Muhammad SAW. Yang diambil dari nama paman beliau  al Abbas, yang secara resmi diplokamirkan oleh Abd Allah Al Shaffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abd Allah ibn Abbas. Keturunan paman nabi Muhammad inilah yang disebut dengan bani Abbas. Yang mana keturunan al Abbas ini mengklaim dirinya lebih baik menggantikan posisi nabi ketika beliau wafat, dari pada Ali bin abi Thalib, yang mana mereka menganggap paman nabi inilah yang lebih berhak, ketimbang keponakan nabi. Pada awal mula pemikiran ini belum muncul ketika nabi meninggal, tetapi mengemuka ketika cucu Ali bin abi Thalib, yang kekaligus pemimpin syiah al Khaisaniyah, atau kelompok terbesar keturunan Ali yang melakukan perlawanan kepada Ummawiyah. Dari Dinasti Abbasiyah ini tidak begitu terpengaruh dari peradaban Arab, seperti halnya pada masa Dinasti Ummawiyah dikarenakan perpindahan ibukota dari Damaskus ke Bagdad.

2.    Gerakan Perjalanan Dinasti Abbasiyah
Pemerintahan Dinasti Abbasiyah dapat dibagi dalam dua periode. Periode I adalah masa antara tahun 750-945 M, yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas sampai al-Mustakfi. Periode II adalah masa 945-1258 M, yaitu masa al-Mu’ti sampai al-Mu’tasim. Pembagian periodisasi diasumsikan bahwa pada periode pertama, perkembangan diberbagai bidang masih menunjukkan grafik vertikal, stabil dan dinamis. Sedangkan pada periode II, kejayaan terus merosot sampai datangnya pasukan Tartar yang berhasil mengancurkan Dinasti Abasiyyah.

Pada Pemerintahan Abasiyyah periode I, telah mengembangkan kebijakan-kebijakan politik diantaranya adalah: 
a.    Memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Bagdad
b.    Memusnahkan keturunan Bani Umayyah
c.    Merangkul orang-orang persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abasiyyah memberi peluang dan kesempatan yang besar kepada kaum Mawali
d.   Menumpas pemberontakan-pemberontakan
e.    Menghapus politik kasta  

Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu oleh wazir (perdana menteri) yang jabatannya disebut wizaraat. Wizaraat ini dibagi menjadi 2 yaitu: pertama, wizaraat tafwid (memliki otoritas penuh dan tak terbatas), waziraat ini memiliki kedaulatan penuh kecuali menunjuk penggantinya. Kedua, wizaraat tanfidz (memiliki kekuasaan eksekutif saja) wizaraat ini tidak memiliki inisiatif selain melaksanakan perintah khalifah dan mengikuti arahannya. 

Sedangkan untuk Model pemerintahan yang diterapkan oleh Abasiyyah bisa dikatakan asimilasi dari berbagai unsur. Ini terlihat jelas dari adanya periodesasi atau tahapan pemerintahan Abasiyyah. Ciri-ciri yang menonjol pada masa pemerintahan Abasiyyah yang tidak terdapat di zaman Umayyah adalah : 
1. Dengan berpindahnya ibu kota ke Bagdad, pemerintah Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh arab, sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abaasiyyah, pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
2. Dalam penyelenggaraan negara, pada Bani Abbasiyyah jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
3. Ketentaraan profesional baru terbentuk pada maasa pemerintahan Bani Abbas, sebelumnya belum ada tentara yang profesional.

3.    Kemajuan Daulah Abbasiyah

https://img00.deviantart.net/df8b/i/2015/072/d/c/peta_kekhalifahan_abbasiyah_by_hamzahzein-d8ll2qb.png
Kekuasaan pada periode Bani Abbas ini menerapkan pola pemerintahan berbeda-beda sesuai dengan kondisi politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan dan politik terbagi menjadi lima periode, yakni:
1.    Periode Awal atau Pengaruh Persia Pertama (750-847)
 Ada 10 khalifah yang memimpin pada masa ini, telah dikatakan pada awal pembahasan bahwa salah satu ciri pemerintahan Abasiyyah adalah adanya unsur non Arab yang mempengaruhi pemerintahannya seperti Persia dan Turki. Pada awal pemerintahannya Abasiyyah lebih cenderung seperti pemerintahan Persia dimana raja mempunyai kekuasaan absolut yang mendapat mandat dari tuhan. Masa inilah yang mengantarkan abasiyyah pada puncak kejayaannya. Wilayah kekuasaannya membentang dari laut Atlantik hingga sungai Indus, dan dari Laut kaspia ke sungai Nil. 

2.    Periode Lanjutan atau Turki Pertama (847-945)
Ada 13 khalifah yang memerintah pada masa ini, masa ini ditandai dengan kebangkitan orang Turki salah satu cirinya adalah orang Turki memegang jabatan penting dalam pemerintahan, terbukti dengan dibangunnya kota Samarra’ oleh al-Mu’tashim. Sepeninggal al-Mutawakkil, para jenderal Turki berhasil mengontrol pemerintahan, sehingga khalifah hanya dijadikan sebagai “boneka” atau simbol seperti khalifah al-Muntanshir, al-Mustain, al-Mu’tazz, al-Muhtadi. Pada masa ini pula dinamakan pada masa disintegrasi. Disintegrasi yang pada akhirnya menjalar kenegara yang lebih luas, sehingga banyak negara yang memisahkan diri dari Dinasti Abbasiyah dan menjadi wilayah yang merdeka, misalnya Afrika Utara, Spanyol, Persia. 

3.    Periode Buwaihiyah atau pengaruh persia kedua (945-1055)
Ada 5 khalifah yang memerintah pada masa ini, masa ini berjalan lebih dari 150 tahun, namun secara de facto kekuasaan khalifah dilucuti dan bermunculan dinasti-dinasti baru. Kemunculan dinasti Buwaihhiyyah ini, pada awalnya untuk menyelamatkan khalifah yang telah jatuh sepenuhnya dibawah kekuasaan para pengawal yang berasal dari Turki. Dominasi bani Buwaihiyyah berasal dari diangkatnya Ahmad bin Buwaih oleh al-Muktafie sebagai jasa mereka dalam menyingkirkan pengawal-pengawal Turki. Pengangkatan ini merupakan senjata makan tuan, dimana Ahmad bin Buwaih yang diangkat sebagai amir umara’ dengan gelar Muiz ad daulah menurunkan khalifah Muktafie.

Masa bani Buwaihiyyah ini, Abasiyyah menghadapi 2 polemik besar, yaitu: 
a.    Adanya pemerintahan tandingan
Berdirinya Fatimah (967-1171), dinasti Samaniah di Khurasan (847-1055), dinasti hamidiah di Suriah (924-1003), dinasti Umayyah di Spanyol (756-1030), dinasti Ghaznawiyah di Afganistan (962-1187).
b.    Adanya perang ideologi antara syi’ah dan sunni
Sebenarnya, Buwaihiyyah merupakan dinasti yang beraliran syi’ah, sehingga sejak awal pemerintahannya mereka memaksakan upacara-upacara syi’ah seperti upacara kematian Husain cucu Rasulullah harus diperingati, jika tidak mau maka akan dihukum atau disiksa. Namun pemaksaan tersebut tidak berjalan lama karena herus berhadapan dengan masyarakat Sunni ditambah dengan adanya manifesto Baghdad yang secara langsung menghentikan propaganda Buwaihiyyah atas Syi’ah di Baghdad.

4.    Periode Dinasti Saljukiyah Atau Pengaruh Turki Kedua (1054-1157 M)
Masa ini berawal ketika Seljuk mengontrol kekuasaan Abasiyyah dengan mengalahkan Bani Buwaihiyyah dan berakhir dengan adanya serbuan Mongol. Kekuasaan Saljuk berawal ketika penduduk Baghdad marah atas tindakan jenderal Arselan Basasieri yang memaksa rakyat Baghdad untuk menganut syi’ah dengan cara menahan khalifah al-Qaim dan menghapuskan nama-nama khalifah Abasiyyah diganti dengan nama khalifah Fatimiah. Kondisi ini tidak berlangsung lama dengan dikalahkannya Arselan Basaseri oleh Tughrul Bey yang pernah menjadi tentara bayaran Abasiyyah. Tughrul bey berhasil mendudukkan khalifah al-Qaim pada jabatannya sebagai penguasa yang sah dan resmi dengan gelar kehormatan Sulthan wa Malik As Syirqi wa Maghrib dan juga mengawinkannya dengan putri khalifah al-Qaim, adapun khalifah yang memerintah masa pengaruh Turki kedua ada 11. Khalifah-khalifah itu hanya mempunyai wewenang dalam bidang keagamaan saja, sedangkan bidang lainnya dibawah dominasi Turki.

5.    Bebas Dari Pengaruh Lain (1157-1258)
Masa sesudah kekhalifahan Abasiyyah sebenarnya bebas dari pengaruh manapun namun secara perlahan namun pasti menuju kehancuran dimana setelah berakhirnya Mas’ud bin Muhammad yang menghabisi kekuasaan Seljuk maka kekhalifahan Abasiyyah dikacau lagi dengan adanya kaum khuarzamsyah dari Turki yang dulunya menjaddi pembantu Seljuk yang kemudian menamakan diri dengan Atabeg (bapak raja/amir). Berkuasanya kaum Khuarzamsyah dibawah kepemimpinan sultan Alaudin Takash memaksa khalifah Nashir (khalifah ke-31) untuk mencari dukugan dari luar, dari bangsa Tartar  Mongol untuk menghancurkan lawan politiknya, dan inilah yang menjadi kesalahan terbesar Abasiyyah, karena selain menghancurkan Khurzamsyah bangsa Tartar juga memusnahkan Baghdad dan kota Islam lainnya sehingga sampai masa hulagu khan cucu Jengis Khan Abasiyyah sudah habis riwayatnya. 

Pada masa Bani Abasiyyah dalam sistem pemerintahan mulai diadakan pembaharuan-pembaharuan dalam ketentaraan diantaranya adalah dengan: 
a. Membuka keanggotaan tentera bukan hanya untuk orang Arab saja akan tetapi juga kepada orang non Arab
b.   Mengemas sistem pentadbiran dan struktur organisasi ketenteraan
c. Memberikan Gaji dan hadiah kepada tentera, misalnya: Khalifah hadiahkan sebidang tanah untuk menghargai jasa tentera. Cara ini dikenali sebagai "Al-Iqtha'
Dengan melakukan beberapa pembaharuan-pembaharuan tersebut akhirnya tentara Islam pada masa Bani Abasiyyah pun mengalami kejayaan.
Begitu juga bagian-bagian didalam kepemerintahan membentuk biro-biro pemerintah:
1. Diwanul Kitaabah (Sekretaris Negara) yang tugasnya menjalankan tata usaha Negara. 
2. Nidhamul Idary al-Markazy yaitu sentralisasi wilayah dengan cara wilayah jajahan dibagi dalam beberapa propinsi yang dinamakan Imaarat, dengan gubernurnya yang bergelar Amir atau Hakim. Kepala daerah hanya diberikan hak otonomi terbatas; yang mendapat otonomi penuh adalah “al-Qura” atau desa dengan kepala desa yang bergelar Syaikh al-Qariyah. 
3. Amirul Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk menggantikan posisi khalifah dalam keadaan darurat. 
4. Baitul Maal, dengan tiga dewan; Diwanul Khazaanah untuk mengurusi keuangan Negara, Diwanul al-Azra’u untuk mengurusi kekayaan Negara dan Diwan Khazaainus Sila, untuk mengurus perlengkapan angkatan perang.
5.  Organisasi kehakiman, Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung), dan al-Sutrah al-Qadlaiyah (jabatan kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim propinsi yang mengetuai Pengadilan Tinggi), serta Qudlah al-Amsaar (hakim kota yang mengetuai Pengadilan Negeri). 
6. Diwan al-Tawqi, dewan korespondensi atau kantor arsip yang menangani semua surat-surat resmi, dokumen politik serta instruksi ketetapan khalifah, dewan penyelidik keluhan departemen kepolisian dan pos.
7. Diwan al-nazhar fi al mazhalim, dewan penyelidik keluhan adalah jenis pengadilan tingkat banding, atau pengadilan tinggi untuk menangani kasus-kasus yang diputuskan secara keliru pada departemen administratif politik.
8. Diwan al-syurthah, departemen kepolisian yang dikepalai oleh seorang pejabat tinggi yang diangkat sebagai shahih al syurthah yang berperan sebagai kepala polisi dan kepala keamanan istana.
9. Diwan al-barid, departemen pos, yang dikepalai oleh seorang pejabat yang disebut shahih al-barid, tugas departemen pos tidak terbatas pada memberikan layanan terbatas untuk surat-surat pribadi akan tetapi juga dimanfaatkan untuk mengantar para gubernur yang baru dipilih ke provinsi mereka masing-masing, juga untuk mengangkut tentara dan barang bawaannya.   

Popularitas Dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa Khalifah Harun ar Rasyid dan putranya Al Ma’mun. Kekayaan banyak digunakannya dalam bentuk sosial, yakni dengan berbagai macam pembangunan tempat dan sarana Umum. Pada masanya pula terdapat 800 tabib , dan pada masa inilah kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, kesusteraan berada pada keemasannya. Dan pada masa inilah negara Islam, menjadi negara kuat yang tak tertandingi. Begitu pula dengan putranya, yakni al makmun, ia sangat cinta sekali dengan berbagai macam ilmu pngetahuan, sehingga pada masa kekhalifahannya bernagai macam buku ia terjemahkan, dan tak segan-segan menggaji berbagai penerjemah bahasa,pada masanya inilah yang menjadikan kota Bagdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. 
 Banyak sekali ilmuwan-ilmuwan yang di munculkan pada masa goldeng age ini, yang mana pendidikan pada masa daulah Muawiyah hanya berada atau berpusat di masjid-masjid, maka pada periode ini madrasah-madrasah dari semua tingkatan dimunculkan, dengan pelopor Nizam  al Mulk, begitu juga dengan ilmu tafsir, ilmu Hadist, dan banyak lagi ilmu-ilmu, baik itu ilmu eksak dan yang lainnya.

Sedangkan pada periode kedua masa pemerintahan Abbasiyah justru malah menurun, wilayah-wilayah Islam satu persatu mulai terpecah dan tercerai berai, di Andalusia, muncul Dinasti Ummawiyah kembali muncul yang mengangkat Abd al Rahman al Nashir menjadi khalifah. Begitu juga di Afrika Utara, kelompok syiah al Islamiyah membentuk  Dinasti Fathimiyah. Akibatnya pada periode abad ke 10 M ini sistem kekhalifahan akhirnya menjadi terpecah menjadi tiga bagian, yakni Bagdad, Afrika Utara, dan Spanyol. Di Mesir, Muhammad ikhsyid berkuasa atas nama Bani Abbas. Di Halb dan Mousil, Bani Hamdan muncul, begitu pula di Yaman, syiah Zaydiyah semakin kuat dengan kelompoknya. Di Bagdad, bani Buhawiyah berkuasa secara de Facto dan menjalankan pemerintahan Bani Abbas, sehingga khalifah hanya tinggal nama saja.

Dengan demikian, Dinasti Abbasiyah dengan pusatnya di Baghdad sangat maju sebagai pusat kota peradaban dan pusat ilmu pengetahuan. Beberapa kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan sebagai berikut :

A.   Bidang Agama
Kemajuan di bidang agama antara lain dalam beberapa bidang ilmu, yaitu ulumul qur’an, ilmu tafsir, hadist, ilmu kalam, bahasa dan fiqih

1.    Fiqh
Pada masa dinasti Abbasiyah lahir para tokoh bidah fiqh dan pendiri mazhab antara lain:
a.    Imam Abu Hanifah
b.    Imam Malik
c.    Imam Syafi’i
d.    Imam Ahmad bin Hanbal
2.    Ilmu Tafsir
Perkembangan Ilmu tafsir pada masa pemerintahan Abbasiyah mengalami kemajuan yang pesat.
Diantara para ahli tafsir pada masa Dinasti Abbasiyah adalah :
a.    Ibnu Jarir Atha-Thabari
b.    Ibnu Athiyah Al-Andalusia
c.    Abu Muslim Muhammad bin Bahar Isfahani

3.    Ilmu Hadis
               Diantara para ahli hadis pada masa dinasti Abbasiyah adalah:
a.    Imam Bukhari
b.    Imam Muslim
c.    Ibnu Majah
d.    Abu Dawud
e.    Imam An-Nasa’i
f.     Imam Baihaqi

Kajian para ahli ilmu kalam (teologi) adalah mengenai dosa, pahala, surga, negara, serta perdebatan mengenai ketuhanan atau tauhid, menghasilkan suatu ilmu yaitu ilmu kalam atau teologi. Diantara tokoh ilmu kalam adalah :
a.    Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan imam Abu Mansur Al Maturidi, tokoh Asy’ariyah.
b.    Washil bin Atta, Abul Huzail Al-Allaf, tokoh Mu’tazilah
c.    Al- Jubai

4.    Ilmu Bahasa
Diantara ilmu bahasa yang berkembang pada masa dinasti Abbasiyah adalah ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu bayan, ilmu badi’i dan arudh. Bahasa Arab dijadikan sebagai alat komunikasi antarbangsa.


B.   Bidang Umum
Dalam bidang umum antara lain berkembang berbagai kajian dalam bidang filsafat,logika,metafisika,matematika,ilmu alam, geometri, aljabar, aritmetika, mekanika astronomi, musik, kedokteran, kimia, musik, sejarah dan sastra.

1.    Filsafat
a.    Abu Ishaq Al Kindi
b.    Abu Nasr Al-farabi
c.    Ibnu Sina
d.    Ibnu Bajah
e.    Ibnu Tufail
f.     Al-Ghozali
g.    Ibnu rusyd

2.    Ilmu Kedokteran
Ilmu kedokteran pada masa daulah Abbasiyah berkembang pesat. Rumah sakit besar dan sekolah kedokteran banyakk didirikan. Diantara ahli kedokteran ternama adalah:
a.    Abu Zakaria Yahya bin mesuwaih
b.    Abu Bakar Ar-Razi
c.    Ibnu Sina
d.    Ar-Razi
3.    Matematika
a.    Al-Khawarizmi
b.    Abu Al-Wafa Muhammad bin Muhammad
4.    Farmasi
Diantara ahli farmasi pada masa dinasti Abbasiyah adalah ilmu Baithar, karyanya yang terkenal adalah Al-Mughni
5.    Ilmu Astronomi
a.    Abu Mansur Al-falaki
b.    Jabir Al-Batani
c.    Raihan Al-Biruni
6.    Geografi
a.    Abul Hasan Al-Mas’udi
b.    Ibnu Khurdazabah
c.    Ahmad el- Yakubi
d.    Abu Muhammad Al- Hasan Al Hamdani
7.    Sejarah
a.    Ahmad bin Al- Yakubi
b.    Ibnu Ishaq
c.    Abdullah bin Muslim Al-Qurtubah
d.    Ibnu Hasyim
e.    Ath-Thabari
f.     Al-Maqrizi
g.    Al-Baladzuri


4.     Faktor-faktor yang menjadi sebab kemunduran Dinasti Abbasiyah
a.    Pertentangan internal keluarga.
Seperti halnya al manshur melawan Abd Allah ibn Ali pamannya sendiri. Konflik ini yang mengakibatkan keretakan psikologis yang mendalam dan menghilangkan solidaritas keluarga, sehingga mengakibatkan campur tangan kekuatan dari luar. 
b.    Kehilangan kendali dan munculnya dinasti-dinasti kecil
Dengan buaian gemilang harta dan kekuasaan yang mana setiap orang akan lupa atas kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan, dengan semua kekuatan dan berbagai macam cara akan dilakukan untuk mencapai kekuasaan. Dan juga pada perdana mentri seenaknya menggunakan kebijakan dari khalifah, merekapun berturut-turut melakukan kekuatan dari luar. Dengan kekuatan dari luar inii pun yang mengakibatkan kehancuran struktur kekuasaan dari dalam kekhalifahn itu sendiri.
c.    Kemerosotan ekonomi
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran. Pendapatan Negara menurun. Sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunya pendapatan karena makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyak terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, di peringanya pajak, sedangkan banyak dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak mau membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah semakin mewah, jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi.
d.    Meningkatnya ketergantungan pada tentara bayaran.
Hal ini berhubungan dengan perkembangan-perkembangan dalam tekhnologi militer. Pemakaian tentara bayaran juga berarti bahwa makin banyak uang di keluarkan makin kuat tentara yang dimiliki. Demikianlah untuk mempertahankan posisinya kholifah memerlukan kekuatan militer yang cukup untuk menanggunlangi beberapa gubernur pembangkang pada saat yang sama, tetapi beban keuangan ini makin lama makin sulit diatasi.



Kesimpulan
Dinasti Abbasiyah adalah pengubah peradaban dunia Islam setelah Dinasti Ummawiyah.
Yakni selama lima abad, dari 750-1258 M. Dinasti ini pun berasal dari nama keluarga Bani Hasyim, yang seketurunan dengan nabi Muhammad SAW. Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan (pemerintahan) berkembang sebagai sistem politik. Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya. Selama lima abad, pemerintahan ini pun ada 37 khalifah yang menjalankan amanah menjadi pemimpin muslimin. Pemerintahan Dinasti Abbasiyah dapat dibagi dalam dua periode. Periode I adalah masa antara tahun 750-945 M, yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas sampai al-Mustakfi. Periode II adalah masa 945-1258 M, yaitu masa al-Mu’ti sampai al-Mu’tasim. Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah pada waktu itu dibantu oleh wazir (perdana menteri) yang jabatannya disebut wizaraat. Wizaraat ini dibagi menjadi 2 yaitu: pertama, wizaraat tafwid (memliki otoritas penuh dan tak terbatas), periode Bani Abbasiyah membawa peradaban keemasan Islam di penjuru dunia. Sedangkan pada abad ke 10 M ini sistem kekhalifahan akhirnya menjadi terpecah menjadi tiga bagian, yakni Bagdad, Afrika Utara, dan Spanyol. Di Mesir, Muhammad ikhsyid berkuasa atas nama Bani Abbas. Di Halb dan Mousil, Bani Hamdan muncul, begitu pula di Yaman, syiah Zaydiyah semakin kuat dengan kelompoknya. Di Bagdad, bani Buhawiyah berkuasa secara de Facto dan menjalankan pemerintahan Bani Abbas, sehingga khalifah hanya tinggal nama saja. Faktor-faktor yang menjadi sebab kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah: 
1. Faktor internal, dari keluarga khalifah, untuk merebutkan kekuasaan. 
2. Kehilangan kendali dan munculnya dinasti-dinasti kecil. Dengan ketidak seimbangnya kekuasaan dalam negeri maka tibalah pasukan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan, menumbangkan Dinasti Abbasiyah. Sehingga runtuhlah Dinasti yang telah berkibar selama lima Abad.


Referensi



Mahmuudunnasir,Syed. Islam: Konsepsi dan Sejarahnya.Bandung:Remaja RosdaKarya
Thohir,Ajid.Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masa Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Turki Usmani

Sejarah Masuknya Islam di Indonesia dan di Balikpapan