Sejarah Masuknya Islam di Indonesia dan di Balikpapan





          Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia

https://gamepos.id/wp-content/uploads/2018/01/Sejarah-Masuknya-Islam-ke-Indonesia-e1515645017219.jpg


1.         Teori masuknya islam ke Indonesia

Berbagai teori perihal masuknya Islam ke Indonesia terus muncul sampai saat ini. Fokus diskusi mengenai kedatangan Islam di Indonesia sejauh ini berkisar pada tiga tema utama, yakni tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Seperti banyak diketahui jika daerah penghasil batu kapur yaitu Kota Barus (Sibolga-Sumatera Utara) sudah digunakan oleh para firaun di mesir untuk proses pemakaman mumi firaun. Berdasarkan hal tersebut membuktikan jika jauh sebelum islam datang, masyarakat Nusantara sudah berhubungan dengan dunia luar. Ada kemungkinan Islam sudah masuk di Nusantara terjadi pada masa Kenabian atau masa hidupnya Nabi Muhammad S.A.W. [1] Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegaramengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar. Yaitu :
1.1         Pertama, teori Gujarat. Menurut Suryanegara (1996: 75) bahwa peletak dasar teori ini kemungkinan adalah Snouck Hurgronje dalam bukunya “L’ Arabie et les Indes Neerlandaises, atau Revue de I’Histoire des Religious.” Snouck Hurgronje lebih menitikberatkan pandangannya ke Gujarat berdasarkan: Pertama, kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran agama Islam ke Nusantara. Kedua, hubungan dagang Indonesia-India telah lama terjalin. Ketiga, inskripsi tertua tentang Islam yang terdapat di Sumatra memberikan gambaran hubungan antara Sumatra dengan Gujarat.
Suryanegara (1996: 75-76) mengutip pendapat W.F. Stutterheim dalam bukunya “De Islam en Zijn Komst In de Archipel” yang menyatakan bahwa masuknya Islam ke Nusantara pada abad ke 13. Pendapatnya juga di dasarkan pada bukti batu nisan Sultan pertama dari Kerajaan Samudera Pasai, yakni Malik As-Saleh yang wafat pada 1297. Selanjutnya ditambahkan tentang asal negara yang mempengaruhi masuknya agama Islam ke Nusantara adalah Gujarat. Dengan alasan bahwa agama Islam disebarkan melalui jalan dagang antara Indonesia-Cambay (Gujarat)- Timur Tengah-Eropa. Sama halnya dengan pendapat W.F. Stutterheim, Snouck Hurgronje berpendapat pula bahwa awal masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke 13 M dari Gujarat.
1.2         Kedua, teori Makkah. Menurut Hamka sebagaimana dikutip oleh Sunanto (2012: 8-9) dalam bukunya bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah (kurang lebih abad ke-7 sampai 8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulia jauh sebelum abad ke-13 (yaitu sudah ada sejak abad ke-7 M) melalui selat Malaka yang menghubungkan Dinasi Tang di Cina (Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat. Senada dengan Suryanegara dalam Api Sejarah (2012: 99) sebagaimana mengutip pendapat Hamka bahwa masuknya Islam ke Nusantara Indonesia terjadi pada abad ke-7 M. Dalam berita Cina Dinasti Tang menuturkan ditemuinya daerah hunian wirausahawan Arab Islam di pantai Barat Sumatera maka dapat disimpulkan Islam masuk dari daerah asalnya Arab. Dibawa oleh wiraniagawan Arab. Sedangkan kesultanan Samudera Pasai yang didirikan pada 1275 M atau abad ke-13 M, bukan awal masuknya agama Islam, melainkan perkembangan agama Islam.
 Menurut Matta (2014: 34) dalam bukunya “gelombang ketiga Indonesia” mengatakan bahwa para ahli sejarah mencatat ada dua gelombang masuknya Islam di Nusantara, yaitu abad ke-7 dan abad ke-13. Agama ini di bawah oleh pedagang dari Arab yang menetap di kota-kota pelabuhan Nusantara. Pada abad ke-8 telah berdiri perkampungan muslim di pesisir Sumatera. Pada awalnya, Sumatera (dan Nusantara pada umumnya) hanyalah persinggahan para pedagang Arab menuju Tiongkok dan Jawa. Pada abad ke-13, Samudera Pasai menjadi kerajaan Islam pertama di Nusantara, disusul berdirinya kerajaan Demak pada abad ke-15. Awalnya, Raden Fatah adalah wakil kerajaan Majapahit di daerah itu yang kemudian dia memutuskan masuk Islam dan mendirikan kerajaan sendiri.
               J.C. Van Leur dalam bukunya “Indonesia: Trade and Society” menyatakan bahwa pada 674 M di pantai Barat Sumatera telah terdapat perkampungan (Koloni) Arab Islam. Dengan pertimbangan bangsa Arab telah mendirikan perkampungan perdagangannya di Kanton pada abad ke-4. Perkampungan perdagangan ini mulai dibicarakan lagi pada 618 M dan 626 M. Tahun-tahun berikutnya perkembangan perkampungan perdagangan ini mulai mempraktikan ajaran agama Islam. Hal ini mempengaruhi pula perkampungan Arab yang terdapat di sepanjang jalan perdagangan Asia Tenggara. Dari keterangan J.C. Van Leur ini masuknya Islam ke Nusantara tidaklah terjadi pada abad ke-13, melainkan telah terjadi sejak abad ke-7. Sedangkan abad ke-13 merupakan saat perkembangan Islam (Suryanegara, 1996: 76).
Sejumlah ahli Indonesia dan beberapa ahli Malaysia mendukung “teori Arab” dan mazhab tersebut. Dalam seminar-seminar tentang kedatangan Islam ke Indonesia yang diadakan pada 1963 dan 1978, disimpulkan bahwa Islam yang datang ke Indonesia langsung dari Arab, bukan dari India. Islam datang pertama kali datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi, bukan abad ke-12 atau ke-13 M. (Huda, 2007: 36).
1.3         Ketiga, Teori Persia. Menurut Suryanegara (1996: 90) bahwa pembangunan teori Persia ini di Indonesia adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat. Fokus pandangan teori ini tentang masuknya agama Islam ke Nusantara berbeda dengan teori Gujarat dan Makkah, sekalipun mempunyai kesamaan masalah Gujaratnya, serta Mazhab Syafi’inya. Teori Persia lebih menitikberatkan tinjauannya kepada kebudayaan yang hidup di kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan mempunyai persamaan dengan Persia.


b. Perkembangan Islam di Jawa 
            Perkembangan di Jawa tidak bisa dipisahkan dari peranan wali, jumlah wali yang terkenal sampai sekarang adalah sembilan, yang dalam bahasa dikenal dengan sebutan WALI SONGO. Para wali yang termasuk dalam wali songo adalah sebagai berikut : 







a. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) 
            Maulana malik ibrahim juga dikenal dengan panggilan Maulana Maghribi atau syekh Magribi, karena berasal dari wilayah Maghribi, Afrika Utara. Kedatangannya dianggap sebagai permulaan masuknya Islam di Jawa. Maulana Malik Ibrahim menerapkan metode dakwah yang tepat untuk menarik simpati masyarakat terhadap Islam. 

b. Sunan Ampel (Raden Rahmat) 
            Pada awal penyiaran Islam di pulau Jawa, Sunan Ampel menginginkan masyarakat menganut keyakinan Islam yang murni. Ia tidak setuju dengan kebiasaan masyarakat Jawa, seperti kenduri, selamatan dan sesaji. Hal itu terlihat dari persetujuannya ketika Sunan Kalijaga, dalam ocehannya menarik umat Hindhu dan Budha mengusulkan agar adat istiadat Jawa itulah yang diberi warna Islam


c. Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) 
            Dalam menyebarkan agama Islam, ia selalu menyesuaikan diri dengan kebudayaan masyarakat yang sangat menggemari wayang serta musik gamelan. Sunan Bonang memusatkan kegiatan dakwahnya di Tuban. Dalam aktifitasnnya ia mengganti nama dewa dengan nama-nama malaikat. 
d. Sunan Giri (Raden Paku atau ‘Ainul Yaqin) 
            Sunan Giri memulai aktifitas dakwahnya didaerah Giri dan sekitarnya dengan mendirikan pesantren yang santrinya kebanyakan berasal dari golongan masyarakat ekonomi lemah. Sunan Giri terkenal sebagai pendidik yang berjiwa demokratis. 

e. Sunan Drajat (Raden Kasim) 
            Sunan Drajat juga tidak ketinggalan untuk menciptakan tembang jawa yang sampai saat ini masih digemari masyarakat, yaitu tembang pangkur. Hal yang paling menonjol dalam dakwah sunan drajat ialah perhatiannya yang serius pada masalah-masalah sosial, ia selalu menekan bahwa memberi pertolongan kepada masyarakat umum. 

f. Sunan Kalijaga (Raden Said) 
            Ketika para wali memutuskan untuk menggunakan pendekatan kultural termasuk pemanfaatan wayang dan gamelan sebagai media dakwah, orang yang paling berjasa dalam hal ini adalah Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga mengarang aneka cerita wayang bernafaskan Islam terutama mengenai etika. 

g. Sunan Kudus (Ja’far Shadiq) 
            Sunan Kudus mengajarkan agama Islam didaerah Kudus dan sekitarnya, ia mempunyai keahlian khusus dalam ilmu fiqih, urul fiqih, tauhid, hadits, tafsir dan logika. Oleh karena itu ia mendapat julukan waliyyul ‘ilmi. Sunan Kudus juga melaksanakan dakwah dengan pendekatan kultural. 

h. Sunan Muria (Raden Umar Said) 
            Sunan Muria memusatkan kegiatan dakwahnya di Gunung Muria yang terletak 18 km sebelah utara kota Kudus. Cara yang ditempuhnya dalam menyiarkan agama islam adalah dengan mengadakan kursus-kursus bagi kaum pedagang, para nelayan, dan rakyat biasa

i. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) 
            Sunan gunung Jati lahir di Mekkah pada tahun 1448. ia mengembangkan ajaran islam di cirebon, majalengka, kuningan, kawali, sunda kelapa dan banten sebagai dasar bagi perkembanganislam di Banten



 


Assalamu’alaikum sahabat readers
Kali ini mimin mau berbagi informasi mengenai sejarah masuknya agama islam di Balikpapan, berdasarkan sumber yang mimin dapatkan nihh Masjid Al-Ula merupakan salah satu mesjid yang tertua di Balikpapan, sebagai icon masuknya islam di Balikpapan pada masa itu.
Pada abad ke 16 di daerah Kalimantan Timur telah berdiri kerajaan yaang bercorak Islam. Perkembangan agama Islam di daerah-daerah pesisir yang menjadi pusat kegiatan perdagangan. Kemakmuran yang dinikmati penduduk kota-kota pantai dari hasil perdagangan yang berkembang sangat pesat menimbulkan kecenderungan untuk melepasakan diri dari penguasa di pedalaman yang mengandalkan kehidupan dari pertanian. Latar belakang selanjutnya adalah keagamaan atau dakwah Islamiyah, sebagaimana disebut dimuka bahwa kedatangan para saudagar di daerah pantai kepulauan Indonesia tidak semata-mata berperan sebagai pedagang, melainkan sekaligus bertindak sebagai pendakwah atau da’i yang memberikan pengetahuan tentang agama Isam dan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari kepada masyarakat sekitar. Inilah yang melatarbelakangi dibangunnya mesjid Al-Ula yang berada di Jalan Jenderal Suprapto RT 15 No 1 Kelurahan Baru Ulu Balikpapan Barat dan tepat berdekatan dengan pantai.Masjid di kawasan pemukiman mayoritas warga beretnis Bugis – Makassar ini bisa diibaratkan menjadi tonggak sejarah penyebaran agama Islam di Balikpapan. Masjid Al – Ula kemudian menjadi pelopor berdirinya bangunan masjid masjid lain di kota yang mayoritas penduduknya adalah muslim.



Berdasarkan sejarahnya masjid ini berdiri pada masa penjajahan pemerintah colonial Belanda sejak 350 tahun silam. Awalnya masjid ini adalah sebuah tempat ibadah syuro atau mushola yang bentuk fisik bangunannya hanya berupa dinding dan lantai papan kayu dengan beratapkan sirap.
Dulunya, kawasan Kampung Baru adalah lokasi singgah para saudagar Islam asal Sulawesi Selatan, Banjarmasin, Penajam dan Jenebora. Mereka berdagang berbagai keperluan masyarakat kala itu disamping syiar agama Islam di bumi borneo. Untuk lokasi beribadah, kemudian dipilihlah suatu tempat di pinggir pantai untuk pendirian syuro yang kini lebih dikenal dengan nama Masjid Al – Ula.
Kampung Baru saat itu merupakan pusat perdagangan di Kalimantan. Bahkan, Kampung Baru sendiri adalah kota tertua yang menjadi cikal bakal perkembangan Balikpapan hingga sekarang ini. Namun nama nama pendiri awal dari Masjid Jami’ Al-Ula ini tidak tercatat.
Masjid Al – Ula telah beberapa kali mengalami renovasi dari dulunya hanya bangunan syuro kontruksi kayu menjadi semegah seperti saat ini. Deretan nama nama tokoh Bugis saat itu bermunculan sebagai penggagas renovasi masjid seperti H Ambo Laupe (kepala kampung),H Mandarwasa, H Sakka hingga penggawa Lotong.
Kepala kampung saat ini mewakafkan tanahnya untuk tempat berdirinya syuro Al – Ula hingga secara lisan diberikan melalui imam masjid, KH Jamaluddin Daeng Malewa. Atas dasar hak wakaf sudah diberikan, keduanya merenovasi bangunan syuro serta menetapkan nama Masjid Al – Ula untuk penghormatannya. Penetapan nama Masjid Jami’ Al-Ula terjadi saat renovasi pertama dilakukan.
Tahap renovasi pertama, Masjid A l -Ula memiliki empat pilar penyangga kubah berupa kayu ulin berdiameter ukuran 30 centimeter setinggi 8 meter. Pilar penyangga ini berdiri hanya dengan mempergunakan tenaga manusia secara bergotong royong. Selain itu di depan bangunan masjid terdapat kolam kecil tempat berwudhu (sendang) sebelum melaksanakan sholat wajib maupun sunah. Salah seorang imam syuro ini dulu sempat disemayamkan di samping mi’rab bangunan, sebelum ahli waris memindahkannya ke pekuburan Penajam Paser Utara.
Renovasi kedua dilakukan pada tahun 1962 dengan konstruksi semi permanen. Panitia pembangunan masjid saat itu adalah Panglima Kodam IX Mulawarman R. Soeharyo sebagai Ketua Kehormatan, H. Djafar sebagai Ketua, Said Muhammad sebagai Sekretaris, H.M. Yunus sebagai Bendahara dan H. Bausad dan Asnawie Arbain sebagai Pengawas Keuangan.
Namun ada hal yang mengejutkan saat renovasi kedua Masjid Al – Ula dilakukan yang kala itu terkesan ditunggangi kepentingan politis. Ada ancaman pembunuhan terhadap panitia pembangunan masjid yang datangnya malah dari Ketua kehormatan, Panglima Kodam. Oknum TNI ini diduga telah tersusupi paham komunisme sehingga memaksa agar pembangunan masjid selesai dalam jangka waktu beberapa bulan.
Dengan segala upaya akhirnya panitia masjid berhasil menyelesaikan bangunan masjid dalam kurun waktu empat bulan. Walau pembangunannya pada saat itu masih belum sempurna, masjid sudah bisa difungsikan untuk sholat ibadah lima waktu dan sholat Jum’at setiap pekannya.
Kemudian renovasi ketiga terjadi pada tahun1970-an, dengan perbaikan atap, kubah dan menara masjid serta rumah wakaf untuk imam Masjid Al – Ula. Renovasi keempat pada tahun 1988 yang menjadi perombakan total luas, model bangunan masjid yang kemudian dilengkapi pendidikan Madrasah Al – Ula yang diprakarsai Imam H.M. Munir dan diketuai H.M. Syafri Tuwo.
Pada masa itu bertepatan dengan pergantian pengurus dan panitia masjid, sehingga pembangunan dilanjutkan oleh pengurus baru, H. Sanusi Masse sebagai ketua dan H.M.Yusup sebagai Ketua Pembangunan. Penyelesaian akhir pembangunan pada tahun 2004.
Berjalannya waktu dalam perkembangan masjid, melahirkan sebuah keinginan dari pengurus Masjid Jami’ Al-Ula untuk mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama Madrasah Ibtidaiyah dengan dikepalai Daud Ponte.
Cikal bakal Madrasah Ibtidaiyah Al-Ula berawal dari Sekolah Arab pada tahun 1970-an yang dikepalai oleh Abdullah Umar kemudian dilanjutkan Guru Sofyan. Kemudian untuk menuju perkembangan yang lebih baik maka pengurus Masjid Al – Ula mendirikan Yayasan Pendidikan Islam Al – Ula yang diketuai KH. Muhammad Munir dan selaku Kepala Madrasah Ibtidaiyah Al-Ula, H. Amiruddin K.Ama.
Sudah sepantasnya Masjid Al – Ula menjadi patron sejarah Islam di Kota Balikpapan maupun Kalimantan Timur. Sejak awal berdirinya, masjid ini menyimpan banyak keistimewaan dan keajaiban yang hingga kini terkadang di luar akal serta nalar manusia.
Balikpapan menjadi salah satu kota yang menjadi incaran pengeboman pesawat pesawat sekutu pada masa perang dunia kedua 1941 – 1945. Pasukan pimpinan Negara Inggris ini mengincar basis pertahanan Jepang yang membangun pos pertahanan di kawasan Kampung Baru saat itu.
Salah satu pesawat sekutu menjatuhkan bom aktif yang tepat mengenai pinggiran samping bangunan Masjid Al – Ula. Namun berkat kebesaran Allah SWT bom tersebut tidak meledak. Demikian pula saat kebakaran besar Kampung Baru pada tahun 1948 tidak mampu menjangkau bangunan masjid yang berdempetan dengan bangunan masyarakat.
Puncaknya kala pemberontakan PKI era 65 yang merembet hingga Balikpapan hingga simpatisan faham komunis menyerang setiap masjid yang masih berdiri. Masjid Al – Ula menjadi sasaran pembakaran hingga si jago merah melalap seluruh bangunan masjid. Namun ajaibnya, bangunan dan barang barang masjid tidak hangus terbakar. Hanya barang barang ungsian milik masyarakat sekitar yang terbakar habis jadi abu. Bencana kebakaran tahun 1984 juga tetap tidak mampu meruntuhkan keagungan masjid tertua di Balikpapan ini




Referensi :
http://newsbalikpapan.com/masjid-al-ula-tertua-kota-balikpapan.html


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masa Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Turki Usmani

Masa Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah