Peradaban Islam Pada Masa Bani Umayyah
1. Asal-Usul dan Pertumbuhan Bani Umayyah
https://i0.wp.com/islamkudulu.files.wordpress.com/2016/10/sejarah-kebudayaan-islam.jpg?w=336 |
Kerajaan
Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 41 H/661 M di
Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132 H/ 750 M. Muawiyah bin Abu
Sufyan adalah seorang politisi handal di mana
pengalaman politiknya sebagai Gubernur Syam pada zaman Khalifah Ustman
bin Affan cukup mengantarkan dirinya
mampu mengambil alih kekusaan dari
genggaman keluarga Ali Bin Abi Thalib. Tepatnya Setelah Husein putra Ali
Bin Thalib dapat dikalahkan oleh Umayyah
dalam pertempuran di Karbala. Kekuasaan dan kejayaan. Dinasti Bani
Umayyah mencapai puncaknya di zaman Al-Walid. Dan sesudah itu kekuasaan mereka
menurun.
Silsilah keturunan Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah
bin Abdi Syamsi bin Abdi Manaf bertemu dengan
Nabi Muhammad SAW pada Abdi Manaf. Turunan Nabi dipanggil dengan keluarga
Hasyim (Bani Hasyim), sedangkan keturunan Umayyah disebut dengan keluarga
Umayyah (Bani Umayyah). Oleh karena itu Muawiyah dinyatakan sebagai pembangun
Dinasti Umayyah (Sou’yb,1997:7). Umayyah adalah pedagang yang besar dan kaya,
yang mempunyai 10 anak laki-laki yang semuanya mempunyai kekuasaan dan
kemuliaan, di antaranya Harb, Sufyan, dan Abu Sufyan. Dan Abu Sofyanlah yang
pernah menjadi pemimpin pasukan Quraisy melawan Nabi pada perang Badar Kubra.
Dilihat dari sejarahnya, Bani Umayyah memang begitu kental dengan kekuasaan.
2.
Pencapaian
bani Umayyah
a.
Perluasan wilayah kekuasaan dari Afrika Utara
menuju wilayah Barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M (pada masa
kekhalifahan Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M)
b.
Perluasan wilayah kekuasaan Islam juga sampai
ke Andalusia (Spanyol) dibawah pimpinan panglima Thariq bin Ziad
c.
Perjuangan panglima Thariq bin Ziad mencapai
kemenangan, sehingga dapat menguasai kota Kordova, Granada dan Toledo
d.
Walid juga melakukan pembangunan besar-besaran
selama masa pemerintahannya untuk kemakmuran rakyatnya
e. Menyelesaikan
dan menyiapkan pembangunan Jamiul Umawi yang terkenal megah dan agung di
Damaskus (Sulaiman ibn Abdul Malik (715-717 M)
f.
Kebudayaan dan kesusastraan Arab serta lalu
lintas dagang mengalami kemajuan (pada masa kekhalifahan Hisyam ibn Abdul Malik
(724-743 M)
3.
Sebab-Sebab
Runtuhnya Bani Umayyah
Kebesaran
yang telah diraih oleh Dinasti Bani Umayyah ternyata tidak mampu menahan
kehancurannya, yang diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain:
a.
Pertentangan antara suku-suku Arab yang sejak
lama terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Arab Utara yang disebut Mudariyah yang
menempati Irak dan Arab Selatan (Himyariyah) yang berdiam di wilayah Suriah. Di
zaman Dinasti Bani Umayyah persaingan antar etnis itu mencapai puncaknya,
karena para Khalifah cenderung kepada satu pihak dan menafikan yang lainnya
(Ali, 1981:169-170).
b.
Sistem pergantian Khalifah melalui garis
keturunan adalah sesuatru yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan
aspek senioritas. Pengaturannnya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian
Khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dikalangan
anggota keluarga Istana (Hitti, 1970:281).
c.
Kerajaan Islam pada zaman kekuasaan Bani
Umayyah telah demikian luas wilayahnya, sehingga sukar mengendalikan dan
mengurus administrasi dengan baik, tambah lagi dengan sedikitnya jumlah
penguasa yang berwibawa untuk dapat menguasai sepenuhnya wilayah yang luas itu.
d.
Latar belakang terbentuknya kedaulatan Bani
Umayyah tidak dapat dilepaskan dari konflik-konflik politik. Kaum Syi’ah dan
Khawarij terus berkembang menjadi gerakan oposisi yang kuat dan sewaktu-waktu
dapat mengancam keutuhan kekuasaan Umayyah.
e.
Adanya pola hidup mewah di lingkungan istana
menyebabkan anak-anak Khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan
tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, golongan agama banyak yang
kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
f.
Penindasan terus menerus terhadap
pengikut-pengikut Ali pada khususnya, dan terhadap Bani Hasyim (Hasyimiyah)
pada umumnya, sehingga mereka menjadi oposisi yang kuat. Kekuatan baru ini,
dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abdul alMuthalib dan mendapat dukungan
penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum mawali yang merasa
dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah. Hal ini menjadi penyebab langsung
tergulingnya kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. (Yatim, 2003:48-49 dan Hasymy, 1993:210).
Kesimpulan
Bani
Umayyah merupakan penguasa Islam yang telah merubah sistem pemerintahan yang demokratis menjadi monarchi
(sistem pemerintahan yang berbentuk kerajaan). Kerajaan Bani Umayyah diperoleh
melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara
terbanyak sebagaimana dilakukan oleh pemimpin sebelumnya, yaitu khalafaur
rasyidin. Meskipun mereka tetap menggunakan istilah Khalifah, namun mereka
memberikan interpretasi baru untuk mengagungkan jabatannya. Mereka menyebutnya
“Khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.
Kekuasaan Bani Umayyah berlangsung selama 90 tahun (680-750 M). Dinasti ini
dipimpin oleh 14 Khalifah, dengan urutan raja sebagai berikut yaitu: Muawiyah,
Yazid ibn Muawiyah, Muawiyah ibn Yazid, Marwan ibn Hakam, Abdul Malik ibn
Marwan, Walid ibn Abdul Malik, Sulaiman ibn Abdul Malik, Umar ibn Abdul Aziz,
Yazid ibn Abdul Malik,
Hisyam ibn Abdul Malik, Walid
ibn Yazid, Yazid ibn Walid (Yazid III), Ibrahim ibn Malik dan Marwan ibn Muhammad.
Pada masa Daulah Bani Umayyah banyak kemajuan yang telah dicapai. Ekspansi yang
terhenti pada masa Khalifah Ustman dan Ali dilanjutkan oleh Dinasti ini.
Sehingga kekuasaan Islam betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi
Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia
Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia,
Uzbek dan Kirgis di Asia Tengah. Di samping melakukan perluasan wilayah
kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga berjasa dalam bidang pembangunan dan
kemajuan ilmu pengetahuan, misalnya mendirikan dinas pos, menertibkan angkatan
bersenjata, mencetak mata uang. Ilmu naqli, yaitu filsafat dan ilmu eksakta
mulai dirintis. Ilmu tafsir al-Qur’an berkembang dengan pesat, karena orang Muslim
membutuhkan hukum dan undang-undang, yang bersumber pada al-Qur’an. Apabila
menemui kesulitan dalam melakukan penafsiran, mereka mencarinya dalam
al-Hadist. Karena banyaknya hadist palsu, maka timbullah usaha untuk mencari
riwayat dan sanad al-Hadist, yang akhirnya menjadi ilmu hadist dengan segala
Referensi :
Mahmuudunnasir,Syed. Islam:
Konsepsi dan Sejarahnya.Bandung:Remaja RosdaKarya
Sunanto,Prof.Dr.Musyrifah. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia.Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada
Thohir,Ajid.Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada
Komentar
Posting Komentar