Perbedaan mazhab dalam Islam



Assalamualaikum sobat readers, bagaimana kabarnya nih sahabat? semoga selalu dalam lindungan Allah swt ya sahabat.
oiya nih sahabat kali ini mimin mau berbagi informasi mengenai perbedaan mazhab, yuks pantengin terus postan mimin kali ini.
mungkin sobat readers yang shaleh dan shalehah masih ada yang bingung nih mengenai mazhab, sama mimin juga masih belajar kok, kita saling sharing aja ya sahabat, semoga bermanfaat.
1.              Awal lahirnya mazhab dalam Islam
           Ketika Nabi masih berada di tengah-tengah umat, semua persoalan dikembalikan dan dijawab oleh beliau. Karena itu di era nubuwah tidak terdapat perbedaan mazhab. Kaum muslimin – baik suka maupun terpaksa – mengikuti apa yang diputuskan oleh Rasulullah Saw. 
          Perbedaan mazhab muncul ketika Nabi yang agung wafat, yakni ketika menetapkan tokoh yang paling layak memimpin umat menggantikan Nabi Saw. Baik Muhajirin maupun Anshor masing-masing merasa paling layak memimpin umat. Muhajirin berargumentasi, merekalah orang-orang yang paling awal mendukung kenabian dan paling dekat kekerabatannya dengan Nabi Saw; sementara Anshor pun berargumentasi, bahwa Islam menjadi besar berkat perlindungan mereka. Akhirnya Umar bin Khathab r.a. mendeklarasikan Abu Bakar Shiddiq r.a. (tokoh Muhajirin) sebagai khalifah, yang disetujui oleh sebagian kaum Anshor.
                 Keluarga Nabi (Ahlul Bait) yang saat itu sibuk menguruskan jenazah manusia agung merasa kaget mengapa Abu Bakar yang menjadi khalifah. Mereka, berdasarkan dalil-dalil yang mereka miliki, memandang bahwa persoalan khalifah sudah tuntas. Isyarat Al-Quran maupun Nabi Saw, menurut mereka, jelas sekali menyebutkan bahwa keluarga Nabi-lah yang layak menjadi ulil-amri karena mereka ma`shum (terbebas dari segala dosa dan kesalahan). Bagi mereka, Ali-lah (Ali bin Abi Thalib k.w.) khalifah pertama itu
              Pada saat itu sebetulnya sudah ada 2 mazhab dalam Islam, yaitu mazhab sahabat (yang dipelopori oleh kaum Muhajirin dan Anshor) dan mazhab keluarga Nabi (yang dipelopori oleh Ali bin Abi Thalib k.w., Siti Fathimah Az-Zahro – putri Nabi Saw, dan tokoh-tokoh Bani Hasyim – kerabat-kerabat Nabi Saw). Inilah sebenarnya benih-benih munculnya 2 mazhab dalam Islam, yakni mazhab Suni dan mazhab Syi`ah.
              Kedua mazhab sebenarnya berpedoman pada Al-Quran yang sama dan Nabi yang sama. Karena itu di masa khulafaur-Rasyidin kedua mazhab ini tidak menampakkan perbedaan yang tajam. Perbedaan mulai tampak ketika menetapkan siapa-siapa saja perawi hadits yang dapat dipercaya? Mazhab Suni lebih banyak memilih hadits yang diriwayatkan para sahabat Nabi, sementara mazhab Syi`ah lebih banyak memilih hadits yang diriwayatkan keluarga Nabi, walaupun dilihat dari isinya (matan hadits) banyak yang sama.
2.  Pentingnya Mengenal Mazhab
   Sedikitnya ada 4 alasan mengapa kita perlu mengenal mazhab-mazhab dalam Islam. 
a. Adanya beragam mazhab dalam Islam merupakan realitas, yang harus dipandang sebagai kekayaan budaya Islam. Tanpa mengenal mazhab bisa-bisa kita malah memusuhi sesama Islam, yang tentunya akan memperlemah kekuatan umat Islam (padahal musuh Islam adalah orang-orang kafir, orang-orang munafik, dan orang-orang zalim)
b. Adanya beragam mazhab memungkinkan kita memiliki banyak pilihan untuk mengatasi permasalahan kehidupan moderen. Kita yang bermazhab syafi`i tidak bisa ngotot hanya bermazhab Syafi`i dalam berbagai hal. Imam Syafi`i berpendapat bahwa batal wudhu jika bersentuhan kulit laki-laki dengan perempuan. Pendapat ini tidak bisa dipertahankan dalam ibadah haji karena selalu berdesak-desakan (yang memungkinkan sering terjadinya persentuhan kulit antara jemaah laki-laki dan perempuan dan sulit untuk berwudhu). Dalam keadaan seperti ini maka kita yang bermazhab Syafi`i harus beralih ke mazhab lain yang berpendapat tidak batalnya wudhu jika bersentuhan kulit laki-laki dengan perempuan (missal, mengambil mazhab Hanafi).  
c.  Di era globalisasi – yang ditandai dengan revolusi informatika – arus informasi begitu mudah diakses, termasuk informasi tentang Islam. Tanpa mengenal mazhab, orang akan bingung karena terdapatnya beragam pemikiran dan hukum Islam yang berbeda-beda, bahkan bertentangan. Dengan mengenal mazhab, maka kita tidak akan kaget dengan berbeda-bedanya pemikiran dan produk hukum itu; dan keempat, sekarang gerakan ukhuwah Islamiyah didengungkan oleh hampir setiap Ulama, cendekiawan muslim, dan orang-orang. 
    Selain itu, upaya kita menutup diri terhadap mazhab lain sebenarnya sama saja dengan memutlakkan kebenaran mazhab kita. Padahal jangan pun mazhab, hadtis-hadits Nabi Saw pun (yang disebut-sebut sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Quran) diyakini bersifat nisbi, dzonni, atau relative. Dalam bahasa akhlak, orang yang menutup diri terhadap kebenaran lain disebut jumud. Allah SWT malah memuji orang-orang yang mau mempelajari beragam mazhab, dan menggelarinya sebagai ulil-albab. Dalam Qs. 39/Az-Zumar ayat 18 disebutkan: al-ladzina yastami`unal-qaula fayattabi`una ahsanahu, ula-ikal-ladzina hada humullahu w aula-ika hum ulul-albab (yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah ulul-albab [yang mempunyai akal]). Jadi, ciri ulil-albab adalah mendengarkan segala perkataan, termasuk tentunya mempelajari segala mazhab; kemudian ia mampu memilih mazhab yang paling baik. Logikanya, bagaimana mungkin ia bisa memilih yang paling baik kalau tidak dipelajari secara mendalam sebelumnya. Ia justru mampu memilih yang paling baik setelah terlebih dahulu mempelajari dan memperbandingkannya.
3.  Fikih Lima Mazhab
                 Sejarah Lima Mazhab diringkas dari Fikih Lima Mazhab (Ja'fari, Hanafi, Maliki, Syafi`i, dan Hambali) karya Syekh Al-Azhab Muhammad Jawad Mughniyah dan dari Muhammad Farouq al-Nabhan. Kelima Ulama mazhab tumbuh pada zaman kekuasaan dinasti Abbasiyah.
a. IMAM JA`FAR SHODIQ (82-140 H
            Ja`far bin Muhammad bin Ali bin Husain (bin Ali) bin Fathimah binti Rasulullah Saw lahir di Madinah tahun 82 H pada masa pemerintah Abd aI-Malik Ibn Marwan (dinasti Umawiyah). Pada beliaulah terdapat perpaduan darah Nabi saw dengan Abu Bakar Al-Shiddiq ra. 
              Menurut Syaikh Muhammad Jawad Mughniyah, Ja'far Ash-Shadiq adalah seorang ulama besar dalam banyak bidang ilmu, seperti ilmu filsafat, tasawuf, fiqh, kimia dan ilmu kedokteran. Beliau adalah Imam yang keenam dari dua belas Imam dalam mazhab Syi'ah imamiyah. Di kalangan kaum sufi beliau adalah guru dan syaikh yang besar, sementara di kalangan ahli kimia beliau dianggap sebagai pelopor ilmu kimia. Di antaranya beliau menjadi guru Jabir bin Hayyam - ahli kimia dan kedokteran Islam. Dalam mazhab Syi'ah, fiqih Jafar-lah sebagai fiqih mereka, karena sebelum Ja'far Ash-Shadiq dan pada masanya tidak ada perselisihan. Perselisihan dan perbedaan pendapat baru muncul setelah masa beliau. Ahl al-Sunnah, masih menurut Syaikh Muhammad Jawad Mughniyah, berpendapat bahwa Ja'far al-Shadiq adalah seorang mujtahid dalam ilmu fiqh, yang mana beliau sudah mencapai tingkat ladunni, sufi Ahl al-Sunnah di kalangan syaikh-syaikh mereka yang besar, serta padanyalah puncak pengetahuan dan  darah Nabi yang suci.
             Imam Abu Hanifah berkata: "Saya tidak dapati orang yang lebih faqih dari Ja'far bin Muhammad". Sementara Imam Malik berkata tentang Ja'far: "Aku pernah berguru pada Ja'far bin Muhammad beberapa waktu. Aku tidak pernah melihatnya kecuali dalam salah satu di antara tiga keadaan: salat, puasa, atau sedang membaca Al-Quran. Tidak pernah aku lihat ia meriwayatkan hadits dari Rasulullah kecuali dalam keadaan suci. Ia tak bicara sesuatu yang tak bermanfaat, dan ia termasuk ulama yang taat beribadah, zuhud, yang hanya takut kepada Allah saja." Sifat terakhir ini justru menyebabkan Ja'far tidak disenangi, fikihnya "dicurigai" dan para pengamalnya dianiaya penguasa.

Orang yang pertama menggunakan qiyas dalam agama adalah Iblis. Karena ketika Allah menyuruhnya bersujud kepada Adam ia berdalih: Aku lebih baik dari dia karena aku Kau buat dari api dan ia Kau buat dari tanah. Barang siapa yang melakukan giyas dalam agama, Allah akan menyertakannya bersama Iblis, karena ia mengikutinya dengan qiyas. Manakah yang lebih besar dosanya membunuh atau berzina? "Membunuh." "Lalu, mengapa Allah hanya menuntut dua orang saksi untuk pembunuhan dan empat orang saksi untuk zina." "Mana yang lebih besar kewajibannya salat atau shawm (puasa)?" "Salat" "Mengapa wanita yang haidh harus mengqadha shAlimnya tetapi tidak harus meng-qadha salatnya. Bagaimana kamu " menggunakan qiyasmu. Bertaqwalah kepada Allah dan jangan melakukan qiyas dalam agama."
Di antara karakteristik khas dari mazhab Ja'fari, selain menolak qiyas adalah hal-hal berikut:
a.   Sumber-sumber syar'i adalah Al-Quran, al-Sunnah dan akal. Termasuk ke dalam sunnah adalah sunnah Ahlul Bait: yakni para imam yang ma'shum. Mereka tidak mau menjadikan hujjah hadits-hadits yang diriwayatkan para sahabat yang memusuhi Ahlul Bait;
b.  Istihsan tidak boleh dipergunakan. Qiyas hanya dipergunakan bila 'illat-nya manshush (terdapat dalam nash). Pada hal-hal yang tak terdapat ketentuan nashnya, digunakan akal berdasarkan kaidah-kaidah tertentu;
c.   Al-Quran dipandang telah lengkap menjawab seluruh persoalan agama. Tugas mujtahid adalah mengeluarkan dari Al-Quran jawaban-jawaban umum untuk masalah-masalah yang khusus. Karena Rasulullah dan para imam adalah orang yang mengetahui rahasia-rahasia Al-Quran, penafsiran Al-Quran yang paling absah adalah yang berasal dari mereka.

b. Imam Abu Hanifah
  Imam Abu Hanifah (pendiri mazhab Hanafi) adalah Abu Hanifah Al- Nu‟man    bin Tsabit bin Zufi Al-Tamimi. Beliau masih mempunyai pertalian hubungan kekeluargaan dengan Imam Ali bin Abi Thalib ra. Imam Ali bahkan pernah berdoa bagi Tsabit, yakni agar Allah memberkahi keturunannya. Tak heran jika kemudian dari keturunan Tsabit ini, muncul seorang ulama besar seperti Abu Hanifah.
Dilahirkan di Kufah pada tahun 150 H/699 M. pada masa pemerintahan Al-Walid bin Abdul Malik, Abu Hanifah selanjutnya menghabiskan masa Kecil dan tumbuh menjadi dewasa di sana. Sejak masib kanak-kanak beliau telah mengaji dan menghafal Al-Quran, Beliau dengan tekun senantiasa mengulang- ulang bacaannya sehingga ayat-ayat suci tersebut tetap tejaga dengan baik dalam ingatannya sekaligus mejadikan beliau lebih mendalami makna yang dikandung ayat-ayat tersebut. Dalam hal memperdalam pengetahuannya tentang Al-Quran beliau sempat berguru kepada Imam „Asim, seorang ulama terkenal pada masa itu.

Pokok fikih mazhab Hanafi bersumber pada tiga hal:
a. Sumber-sumber naqliyah, yang meliputi Al-Quran, al-Sunnah, ijma, dan pendapat para sahabat. Abu Hanifah berkata, "Aku mengambil dari al-Kitab, jika aku dapatkan di dalamnya. Bila tidak, aku ambil Sunnah Rasulullah dan hadits-hadits yang shahih, yang disampaikan oleh orang-orang yang dapat dipercaya. Jika tidak aku dapatkan dalam al-Kitab dan Sunnah Rasulullah,aku mengambil pendapat para sahabat yang aku kehendaki dan meninggalkan yang tidak aku kehendaki. Aku tidak keluar dari pendapat sahabat kepada pendapat yang lain. Bila sudah sampai pada tabi'in, mereka berijtihad dan aku pun berijtihad,"
b. Sumber-sumber ijtihadiyah, yakni dengan menggunakan qiyas dan istihsan
c. Al-'Urf, yakni adat kebiasaan yang tidak bertentangan dengan nash, terutama dalam masalah perdagangan. Abu Hanifah bahkan menganjurkan beramal dengan 'urf.

C. IMAM MALIK BIN ANAS (93-179 H./712-795 M.)
Beliau dikenal sangat ikhlas di dalam melakukan sesuatu. Sifat inilah kiranya yang memberi kemudahan kepada beliau di dalam mencari ilmu pengetahuan. Beliau sendiri Pernah berkata: "ilmu itu adalah cahaya; ia mudah dicapai dengan hati yang takwa dan khusyu.” Beliau juga menasihatkan untuk menghindari keraguan, ketika beliau berkata: "Sebaik-baik pekerjaan adalah yang jelas. Jika engkau menghadapi dua hal, dan salah satunya meragukan, maka kerjakanlah yang lebih meyakinkan ".
Karena sifat ikhlasnya yang besar itulah maka Imam Malik tampak enggan memberi fatwa yang berhubungan dengan soal hukuman. Seorang muridnya, Ibn Wahab, berkata: "Saya mendengar Imam Malik (jika ditanya mengenai hukuman), beliau berkata: Ini adalah urusan pemerintahan." Iman Syafi`i sendiri pernah berkata: "Ketika aku tiba di Madinah aku bertemu dengan Imam Malik. Ketika mendengar suaraku, beliau memandang diriku beberapa saat, kemudian bertanya: Siapa namamu? Akupun menjawab: Muhammad! Dia berkata lagi: Wahai Muhammad, bertaqwalah kepada Allah, jauhilah maksiat karena ia membebanimu hari demi hari".
Tak pelak, Imam Malik adalah seorang ulama yang sangat terkemuka, terutama dalam ilmu hadits dan fiqh. Beliau mencapai tingkat yang sangat tinggi dalam kedua cabang ilmu tersebut. Imam Malik bahkan telah menulis kitab Al- Muwaththa', yang merupakan kitab hadits dan fiqh.
Imam Malik meninggal dunia pada usia 86 tahun. Namun demikian, mazhab Malik tersebar luas dan dianut di banyak bagian di seluruh penjuru dunia, terutama Afrika Utara.
D. IMAM SYAFI`I (150-204 H./769-820 M.)
Imam Syafi`i (pendiri mazhab Syafi`i) adalah Muhammad bin Idris al- Syafi`i al-Quraisyi. Beliau dilahirkan di Ghazzah tahun 150 H, bertepatan dengan wafatnya Imam Abu Hanifah. Meski dibesarkan dalam keadaan yatim dan dalam satu keluarga yang miskin, tidak menjadikan beliau merasa rendah diri, apalagi malas. Sebaliknya, beliau bahkan giat mempelajari hadits dari ulama-ulama hadits yang banyak terdapat di Makkah. Pada usianya yang masih kecil beliau hafal Al-Quran. Pada usianya yang ke-20, beliau meninggalkan Makkah menuju Madinah mempelajari ilmu fiqh dari Imam Malik. Merasa masih harus memperdalam pengetahuannya, beliau kemudian pergi ke Iraq, sekali lagi mempelajari fiqh, dari murid Imam Abu Hanifah yang masih ada. Dalam perantauannya tersebut, beliau juga sempat mengunjungi Persia dan beberapa tempat lain.
Setelah wafat Imam Malik (179 H), beliau kemudian pergi Yaman, menetap dan mengajarkan ilmu di sana. Khalifah Harun al-Rasyid - yang mendengar tentang kehebatan beliau - memintanya untuk datang ke Baghdad. Imam Syafi`i memenuhi undangan tersebut. Sejak saat itu beliau dikenal secara lebih luas dan banyak orang belajar kepadanya. Pada waktu itulah mazhab beliau mulai dikenal.
Tak lama setelah itu, Imam Syafi`i kembali ke Makkah dan mengajar rombongan jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru. Melalui mereka itulah mazhab Syafi`i menjadi tersebar luas ke pejuru dunia.
Pada tahun 198 H, beliau pergi ke Mesir. Beliau mengajar di masjid Amru bin As. Beliau juga menulis kitab Al-Um, Amali Kubra, Risalah, Ushul Al-Fiqh, dan memperkenalkan Qaul Jadid sebagai mazhab baru. Dalam Ushul Fiqh Imam Syafi`i dikenal sebagai orang pertama yang mempelopori penulisan kitab ini.
Di Mesir inilah akhimya Imam Syafi`i wafat, setelah menyebarkan ilmu dan memberikan manfaat kepada banyak orang. Kitab-kitab beliau hingga kini dibaca orang, dan makam beliau di Mesir sampai detik ini ramai di ziarahi orang. Sedang murid-murid beliau yang terkenal, di antaranya adalah: Muhamad bin Abdullah bin al-Hakam, Abu Ibrahim bin Ismail bin Yahya al-Muzani, Abu Ya'qub Yusuf bin Yahya al-Buwaki dan lain sebagainya.

           Pokok-pokok fikih Syafi`i ada lima: 
       Al-  Quran dan al-Sunnah;
al-Ijma';
Pendapat sahabat yang tidak ada yang menentangnya; 
Ikhtilaf sahabat Nabi;
Qiyas.

E. IMAM AHMAD HANBALI (164 -241 HI 780 - 855 M)
           Imam Ahmad Hanbali adalah Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal Al-Syaibani. Beliau dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabiul Awal tahun 164 H (780 M).Ahmad bin Hanbali dibesarkan ibunya dalam keadaan yatim, karena ayahnya meninggal ketika beliau masih bayi. Sejak kecil beliau telah menunjukkan sifat dan pribadi yang mulia, sehingga menarik simpati banyak orang. Dan sejak kecil itu pula beliau telah menunjukkan minat yang besar kepada ilmu pengetahuan, kebetulan pada saat itu Baghdad merupakan kota pusat ilmu pengetahuan. Beliau memulai dengan belajar menghafal Al-Quran, kemudian belajar bahasa Arab, Hadits, sejarah Nabi dan sejarah sahabat serta para tabi 'in.
          Untuk memperdalam ilmu, beliau pergi ke Basrah untuk beberapa kali. Di sanalah beliau bertemu dengan Imam Syafi`i. Beliau pergi menuntut ilmu ke Yaman dan Mesir. Di antaranya guru beliau yang lain adalah Yusuf al-Hasan bin Ziad, Husyain, Umair, Ibn Humam dan Ibn Abbas. Imam Ahmad bin Hanbal banyak mempelajari dan meriwayatkan hadits, dan beliau tidak mengambil hadits, kecuali hadits-hadits yang sudah jelas shahih-nya. Oleh karena itu, beliau mengarang kitab hadits, yang terkenal dengan nama Musnad Ahmad Hanbali. Beliau mulai mengajar ketika berusia empat puluh tahun.Pokok-pokok fikih mazhab Hanbali: 
Al-Nushush;
Fatwa sahabat; 
Ikhtilaf sahabat;
Hadits mursal dan dha'if; 
Qiyas. 


 Perbedaan pandagan dan mazhab sering kali memunculkan perselisihan di kalangan Islam. Berikut cara untuk menyikapi perbedaan mazhab:
1.       Membekali diri dan mendasari sikap sebaik-baiknya dengan ilmu, iman , amal dan akhlak.
2.       Memahami ikhtilaf (perbedaan) dengan benar, mengakui, dan menerimanya sebagai bagian dari rahmat Allah bagi umat.
3.       Meneladani etika dan sikap para ulama salaf dalam berikhtilaf
4.       Mengikuti pendapat ulama dengan mengetahui dalilnya, atau memilih pendapat yang kuat.




Referensi

Abdurrahman, K.H.E., Perbandingan Madzhab, Bandung, CV Sinar Baru, Cetakan ketiga, 1991.

Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fikih Islami, Bandung, 

                PT Al-Ma`arif, 1986
Muhammad Jawab Mughniyah, Fikih Lima Mazhab, Jakarta, Lentera, 1995.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Masa Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Turki Usmani

Masa Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah

Sejarah Masuknya Islam di Indonesia dan di Balikpapan